SANG MAULANA, PELITA HARAPAN UMMAT

MAULANA, PELITA HARAPAN UMMAT
Mengenang era pra kemerdekaan Rebublik Indonesia. Hidup ini terasa tidak begitu bermakna. Tekanan dan paksaan dari para penjajah menjadi empedu yang selalu dirasakan setiap hari oleh masyarakat Indonesia. Kerja keras hanya akan memberikan keuntungan bagi para penjajah. Hasil kerja kadang tak diupah sehingga tidak ada penghasilan yang di bawa pulang. Menentang pemerintah sama artinya mencari mati.

Kehadiran seorang pembawa perubahan selalu dinanti oleh semua penduduk negeri, tak terkecuali masyarakat Rinjani. Animisme, kebodohan serta kemiskinan menjadi pemandangan yang tak mengenakkan. Kapankah masyarat bisa keluar dari masa pahit ini? Tak seorangpun dapat mengetahuinya.

Pada tahun 1904, seorang ulama’ bernama Syaikh Ahmad Rifa’i datang menemui Tuang Guru Abdul Majid, salah seorang tokoh agama di Pulau Lombok. Kedatang Ulama’ dari Maghribi ini membawa kabar gembira. Berita yang membuat Tuan Guru Abdul Majid tersenyum dan menampakkan wajah yang ceria. Betapa tidak! Orang yang membawa berita itu merupakan seorang wali Alloh yang kata-katanya dipastikan mengandung unsur kebenaran.

“Akan segera lahir dari istrimu seorang anak laki-laki yang kelak akan menjadi seorang Ulama’ besar.” Begitulah isi berita yang dibawa oleh ulama’ tersebut. Berita yang dibawa ini memberikan secercah harapan yang telah lama diimpikan. Ucapan syukur tak henti-hentinya keluar dari bibir Tuan Guru Abdul Majid dan istrinya, Hajjah Halimatussa’diyyah yang saat itu sedang hamil.
Berita gembira itu semakin terlihat kebenarannya saat anak itu pulang dari studinya di Madrasah Shaulatiyyah, Makkah. Siapakah anak yang dimaksudkan itu? Ia adalah Syaik Muhammad Zainuddin Abdul Majid dan dikenal dengan sebutan Maulana Syaikh.

Sepulangnya menuntut ilmu dari Madrasah Shaulatiyyah, Makkah. Maulana Sayaikh tidak tahan melihat kondisi masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Tanpa menuggu lama, beliau langsung melakukan beberapa aksi nyata yang diharapkan bisa menjadi solusi dari masalah yang dihadapi. Pelan tapi pasti, jalan yang beliau tempuh dinilai cukup berhasil. Masalah kebodohan menjadi berkurang. Pendidikan formal dapat dinikmati oleh setiap orang.

Dalam waktu yang relatif singkat, Maulana Syaikh mampu mendirikan puluhan madrasah yang tersebar di pulau Lombok. Meski demikian jalan yang dilalui untuk mencapai keberhasilan tidak semulus jalan toll. Berbagai cobaan dan ujian silih berganti datang menghampiri. Tantangan tidak hanya berasal dari kaum penjajah tapi juga dari masyarakat sendiri.

Setiap hari, orang-orang yang tidak suka dengan pergerakan beliau selalu melancarkan hasutan untuk mempengaruhi sebagian masyarakat khususnya para orang tua santri yang belajar pada beliau. Deras dan kuatnya hasutan tersebut membuat orang-orang yang tadinya mendukung perjuangan Maulana Syaikh berbalik membecinya.

Tanah-tanah yang sudah diwakafkan untuk pembangunan madrasah ditarik kembali. Anak-anak yang belajar pada beliau diambil kembali oleh orang tua mereka. Hal ini membua jumlah santri semakin bekurang yang mulanya berjumlah ratusan menjadi 50 orang. Di samping tantangan yang berasal dari pemerintah, ujian juga datang dari para Pamomg Praja Desa bersama tokoh-tokoh desa lainnya.
“Kami persilahkan kepada Anda untuk memilih satu di antara dua pilihan. Apakah Anda akan tetap mendirikan madrasah atau tetap menjadi imam dan khatib di Masjid Jami’ Pancor. Jika Anda memilih untuk tetap melanjutkan niat Anda mendirikan madrasah, maka Anda dilarang melanjutkan menjad imam dan khatib di masjid,” ujar utusan kerama desa itu kepada Maulan Syaikh.

Maulana Syaikh diam sejenak setelah mendengar tawaran tersebut. Sambil memandang utusan krama desa itu dengan sorotan mata yang tajam. Dengan tenang Maulana Syaikh memberikan jawabannya.
“Saudara, saya tetap memilih untuk mendirikan madrasah. Sebab suatu kewajiban atau fardu ‘ain bagi setiap oran yang berilmu untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya. Sedang menjadi imam dan khatib di masjid itu fardu kifayah. Siapapun bisa menjadi iman dan khatib. Untuk itu, saya akan memilih yang fardu ain.” Jawab Maulana Syaikh tegas.

Keputusan Maulana Syaikh ini membuatnya harus berjalan puluhan kilometer dari rumahnya untuk melaksanakan sholat jum’at. Ia tidak lagi diizinkan untuk melaksanakan berbagai kegiatan agama di masjid tempat tinggalnya termasuk sekedar melakukan sholat jum’at. Maulana Syaikh bersama murid-muridnya dengan sabar harus menerima kenyataan pahit tersebut.
Dengan kesabaran, keyakinan, keikhlasan dan keistiqomahan yang beliau tanamkan dalam dirinya serta pada seluruh santri dan jamaahnya. Semua badai yang menerjang selalu mampu dihadang sehingga beliau selalu menjadi pemenang.

Di samping membangun lembaga pendidikan, Maulana juga aktif mengajak masyarakat untuk mendirikan dan memakmurkan masjid. Kiprahnya ini membuat masyarakat memberi gelar kepada beliau sebagai “abul madaaris wal masaajid,” bapak dari madrasah-madrasah dan masjid masjid. Tidak cukup sampai di situ, Maulana Syaikh juga mendirikan panti asuhan untuk menampung anak-anak yatim serta gemar membantu orang-orang miskin sebagai kepedulian beliu kepada mereka. Maulana Syaikh kembali diberi gelar “Abul yataama wal masaakin”, bapak dari anak-anak yatim dan orang-orang miskin.

Aktifitas Maulana Syaikh dalam membangun ummat terus menerus dilakukan sampai beliau benar-benar tidak bisa bergerak. Suatu ketika, karena faktor usia, Maulana Syaikh mengalami sakit yang menurut diagnosa dokter, usianya tidak akan lama lagi. Dokter itupun meminta kepada beliau untuk istirahat dirumah dan menghentikan kegiatan mengajar. Namun Maulana Syaikh menolak saran tersebut.
“Saya lebih baik meninggal saat mengajar daripada ketika berbaring di tempat tidur.” Ujar Maulana Syaikh.

Tanpa bisa berkata-kata, dokter itupun tidak bisa melarang untuk berhenti mengajar. Maulana Syaikhpun kemudian tetap melakukan aktivitas seperti biasa: mengajar. Hari demi hari kondisi Maulana Syaikh semakin membaik. Tak ada tanda-tanda yang mengisyaratkan beliau akan meninggal seperti yang di sampaiakan oleh dokter. Diagnosa dokter itu terbilang meleset.
Ketika Maulana Syaikhsedang istirahat di rumahnya. Maulana Syaikh didatangi oleh salah seorang masyarakat, tetangga dari dokter yangbeberapa hari yang lalu datang mengobati beliau. Kedatangannya menghadap kepada Maulana Syaikh untuk memberitahu bahwa dokter yang memprediksikan beliau akan meninggal justru lebih dulu meninggal. Syaikh Zainuddin sontak kaget seraya mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi roji’un.

Pesan :

Semoga sepenggal kisah perjuangan hidup Maulana Syaikh ini bisa kita jadikan sebagai inspirasi dan motivasi untuk tetap istiqomah dalam melanjutkan perjuangan beliu di masa yang akan datang.

Sumber : Majalah Suara Nahdlotul Wathon

1 Response to "SANG MAULANA, PELITA HARAPAN UMMAT"

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel